Raport Merah KPK, Desak Gubernur Sherly Rombak Warisan Lama
TERNATE,Malutexpress — Provinsi Maluku Utara menghadapi tantangan serius pada tahun pertama pemerintahan Gubernur Sherly Tjoanda Laos dan Sarbin Sehe.
Hasil penilaian Monitoring, Controlling, Surveillance, and Prevention (MCSP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menunjukkan skor pengawasan daerah masih berada di bawah 50 persen, menandakan tata kelola pemerintahan di Maluku Utara masih berada pada posisi rentan dan rawan korupsi.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik, mengapa pasca operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur sebelumnya, tingkat integritas birokrasi di Maluku Utara justru belum menunjukkan perbaikan berarti.
Ketua Harian DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Rusdi Yusuf, menilai rendahnya skor MCSP KPK tersebut mencerminkan masih kuatnya pengaruh lama di struktur pemerintahan daerah.
“Hampir seluruh kepala OPD saat ini merupakan bagian dari ‘kabinet lama’ warisan mendiang Gubernur AGK. Mereka berupaya mempertahankan jabatan dengan berbagai cara, termasuk melalui partai politik, tim sukses, hingga ormas,” ujar Rusdi, Jumat (31/10).
Ia menjelaskan, budaya kerja yang koruptif dan manipulatif masih mengakar kuat di lingkungan birokrasi Maluku Utara.
Banyak dokumen administrasi pemerintahan yang tidak diinput ke dalam sistem MCSP KPK, yang menjadi indikator lemahnya transparansi dan pengawasan.
“Situasi ketidakpastian jabatan di era Gubernur Sherly membuat sejumlah kepala OPD ogah mengisi data dan bukti administrasi yang diminta KPK.
Akibatnya, delapan area fokus pengawasan MCSP KPK masih menunjukkan rapor merah menjelang akhir tahun 2025,” ujarnya.
Rusdi juga menduga adanya gerakan terstruktur dan sistematis dari oknum tertentu yang ingin menjatuhkan Gubernur Sherly, dengan pola serupa seperti yang menimpa pendahulunya.
“Ini bukan sekadar masalah birokrasi, tapi ada kepentingan politik dan ekonomi yang bermain,” tambahnya.
Ia menilai lemahnya komitmen reformasi birokrasi juga disebabkan belum adanya langkah konkret dari Gubernur untuk melakukan perombakan total struktur pejabat daerah.
Padahal, sejumlah pejabat telah menjabat selama lebih dari lima hingga sepuluh tahun, bahkan masih berstatus pelaksana tugas (Plt) tanpa menunjukkan kinerja signifikan.
Rusdi mengingatkan bahwa dalam fakta persidangan kasus korupsi Gubernur sebelumnya, terdapat 354 pemberi suap dari berbagai kalangan—mulai dari kepala OPD, pengusaha, anggota DPRD, hingga ASN.
“Data ini seharusnya menjadi dasar untuk bersih-bersih birokrasi, bukan diabaikan,” tegasnya.
Karena itu, KNPI mendesak Gubernur Sherly segera mengambil langkah tegas dan berani dengan merombak total struktur birokrasi berdasarkan data aparat penegak hukum, termasuk dari KPK, Kejaksaan Tinggi, dan Polda Maluku Utara.
Selain itu, Rusdi mendorong agar setiap calon pejabat eselon II, III, dan IV mengikuti fit and proper test independen yang melibatkan perguruan tinggi, Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta psikolog profesional.
“Jangan lagi menggunakan tim internal untuk uji kompetensi, karena mereka juga bagian dari masalah terlibat jual beli jabatan, penyalahgunaan perizinan, hingga manipulasi pengadaan barang dan jasa,” pungkasnya. (***)




Tinggalkan Balasan