Ketua Bapemperda DPRD Kota Ternate Kritik Praktisi Hukum: “Perlu Kuliah Hukum Lagi”
Ternate,Malutexpress – Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Ternate, Nurlaela Syarif, menanggapi keras komentar praktisi hukum Maluku Utara, Rahim Yasin, yang mengimbau agar anggota DPRD mengundurkan diri secara sukarela dari kepengurusan KONI Maluku Utara dengan menggunakan dasar Undang-Undang MD3, Senin, 3 November 2025.
Politisi Partai NasDem tiga periode ini menilai, pernyataan tersebut menunjukkan kekeliruan serius dalam memahami regulasi dan kedangkalan dalam menafsirkan hukum terkait rangkap jabatan anggota dewan.
“Perlu saya jelaskan, pertama, praktisi hukum mengutip aturan MD3 saja sudah salah. Ia menggunakan sandaran UU Nomor 17 Tahun 2014, padahal sudah terjadi perubahan ketiga melalui UU Nomor 13 Tahun 2019. Ini bentuk kekacauan legal standing,” tegas Nurlaela.
Ia melanjutkan, penggunaan frasa larangan rangkap jabatan yang dijadikan dalil oleh praktisi hukum juga keliru dan tidak memiliki relevansi dengan posisi anggota DPRD dalam organisasi olahraga.
“Saya sangat miris. Dalam Tata Tertib DPRD, rangkap jabatan yang dilarang itu bersifat spesifik, seperti jabatan di BUMN/BUMD, pengacara, direktur perusahaan, atau pimpinan yayasan. Sedangkan KONI adalah organisasi kemasyarakatan di bidang olahraga, yang tidak ada kaitannya dengan jabatan DPRD. Ini jelas gagal paham,” ujarnya dengan nada tegas.
Nurlaela bahkan menyarankan agar praktisi hukum tersebut “kuliah hukum lagi”, karena menurutnya telah terjadi kedangkalan dalam memahami konteks regulasi dan penerapan undang-undang.
Lebih lanjut, Nurlaela menilai opini yang menyerang rangkap jabatan di KONI terkesan bermuatan politis, terlebih karena posisi Ketua KONI Malut saat ini dijabat oleh Wakil Gubernur Maluku Utara, K.H. Sarbin Sehe.
“Jangan karena Ketua KONI Malut melekat pada jabatan Wakil Gubernur, lalu digoreng ke mana-mana. Mental seperti ini justru menghambat kemajuan olahraga Maluku Utara. Kalau tidak ada bahan, jangan blunder,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa rangkap jabatan antara anggota DPRD dan kepengurusan KONI bukan hal baru dan telah terjadi di banyak daerah bahkan pada tingkat nasional.
Sandarannya ada regulasi UU nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan Nasional sudah menghapus larangan pejabat publik menjadi pengurus organisasi KONI, dimana sebelumnya ada di UU Nomor 3 Tahun 2005.
Pejabat publik seperti kepala daerah/anggota DPRD bisa menjadi pengurus KONI, apalagi Nurlaela mengaku juga menjadi anggota komisi III bidang pemuda dan olahraga, punya pengalaman jadi ketua cabor, artinya memiliki kompetensi di bidang olahraga.
“Ketua dan pengurus KONI semenjak UU (11/2022) tetang olahraga nasional, bisa melekat pada jabatan kepala daerah, anggota DPRD, maupun anggota partai politik. Sebut saja Djafar Umar, Jasman Abubakar, dan para ketua cabang olahraga seperti Ishak Naser (Catur), Nasri Abubakar (Pertina), Rahmi Husen (Possi), Alien Mus, bahkan Presiden RI, Bapak Prabowo Subianto juga menjabat Ketua Umum PB IPSI. Jadi kenapa sekarang tiba-tiba kebakaran jenggot?” ungkapnya.
Terkait fungsi pengawasan DPRD, Nurlaela justru menilai keterlibatan anggota DPRD di kepengurusan KONI dapat memperkuat sinergi dalam pembinaan dan pengawasan anggaran olahraga.
Apalagi akunya selama ini dia membidangi AKD Komisi III bidang pemuda dan olahraga, dan bukan kali pertama mengurusi olahraga masuk pengurus KONI Malut.
“Saya ini masuk pengurus KONI bukan baru pertama kali ini saja, dan kalau anggota DPRD jadi pengurus KONI, justru sangat strategis. Mereka bisa mengawasi penggunaan dana hibah, memastikan pembinaan atlet berjalan baik, dan memantau pembangunan fasilitas olahraga. Komisi di DPRD juga ada yang membidangi olahraga, jadi ini sangat relevan,” terangnya.
Di akhir pernyataannya, Nurlaela Syarif mengingatkan agar praktisi hukum perlu memahami delegasi kewenangan Undang-Undang MD3 yang dikutip dengan tepat, karena penerapannya berbeda antara lembaga DPR/MPR dan DPRD di tingkat daerah.
“UU MD3 itu delegasi kewenangannya lebih untuk DPR dan MPR RI. Sementara untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota, acuan dasarnya adalah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Jadi, saran saya — pahami dulu sebelum komentar, baca sebelum bicara, dan kritiklah dengan dasar. Jangan sampai niatnya kritik malah jadi bumerang,” tutup Nurlaela.




Tinggalkan Balasan